
PEKANBARU — Ibu Farida sudah menggenggam sapunya. Di sudut Pekanbaru yang masih sunyi, ia membersihkan sampah yang ditinggalkan peradaban. Tak disangkanya, pagi itu menjadi berbeda. Langkah-langkah sepatu lari yang biasanya ia biarkan lewat, hari ini berhenti di hadapannya.
Yang berdiri di depannya adalah Irjen Pol. Dr. Herry Heryawan, Kapolda Riau. Dengan kaos olahraga dan peluh pagi. Sang jenderal menyapa hangat, mengulurkan tangan, lalu memanggilnya dengan sebutan yang tidak biasa. Pejuang Subuh.
Pagi itu, Rabu (16/7), Irjen Herry Heryawan bersama sejumlah anggota Polda Riau sedang melakukan rutinitas lari pagi sejauh 10 kilometer. Rute harian ini menjadi medium bagi sang Kapolda untuk mendengar denyut kehidupan warganya secara langsung.
Di tengah rute, ia bertemu dengan Farida, salah satu petugas kebersihan Kota Pekanbaru. Tentu bukan pertemuan formal, tidak ada panggung, tidak ada mikrofon. Hanya percakapan dua insan yang sama-sama mengabdi pada kota ini, satu dengan sepatu dinas, satu lagi dengan sapu lidi dan rompi oranye.
“Saya menyampaikan apresiasi langsung atas dedikasi mereka, para pejuang subuh, yang menjaga kota tetap bersih dan tertib setiap hari,” tulis Herry Heryawan di akun Instagram pribadinya usai pertemuan tersebut.
Herry tidak sekadar memuji. Ia menaruh hormat pada mereka yang bekerja di kesunyian namun dengan dampak yang sangat nyata. “Terima kasih atas kerja tak kenal kelah yang penuh makna,” ujarnya. “Mari terus jaga kebugaran, semangat, dan kepedulian terhadap lingkungan.”
Bagi Herry, tugas kepolisian tak hanya berkutat pada keamanan dan hukum. Tapi juga menyentuh aspek kemanusiaan dan lingkungan. Ia percaya, kota yang aman tak hanya ditandai oleh rendahnya angka kriminalitas, tetapi juga oleh ruang publik yang bersih dan masyarakat yang saling menghargai pekerjaan satu sama lain.
Dari Lari Pagi Menuju Dialog Sosial
Tak banyak pejabat tinggi yang mau menepi di tengah olahraga hanya untuk menyapa petugas kebersihan. Tapi Herry Heryawan menjadikan momen seperti ini sebagai bagian dari pola kepemimpinannya.
“Setiap pagi, saya berlari minimal lima kilometer. Ini bagian dari kedisiplinan pribadi, juga upaya untuk berinteraksi langsung dengan masyarakat. Banyak hal bisa didengar, dilihat, dan dirasakan sendiri, tanpa perantara,” katanya dalam salah satu wawancara.
Kebiasaan ini pula yang ia wariskan kepada anggota kepolisian di bawah kepemimpinannya. Bagi Herry, seorang polisi yang sehat secara jasmani dan rohani akan lebih siap untuk melayani, bukan hanya menindak.
Kehadiran seorang Kapolda di ruang-ruang senyap seperti jalan subuh atau sudut kota yang berdebu adalah pesan tersendiri. Ia menyampaikan amanat melalui langkah kaki yang menyentuh langsung realitas.
Momen sederhana bersama Farida adalah potret kecil dari pendekatan humanis Herry Heryawan dalam memimpin institusi sebesar Polda Riau. Ia tak segan menyapa, menyimak, dan memuji mereka yang sering kali dilupakan oleh wacana pembangunan: para penyapu jalan, penjaga kebersihan, pejuang kota.
Langkah kecil seperti menyapa seorang petugas kebersihan bisa menjadi contoh besar dalam membangun kota yang lebih manusiawi. Di balik sapu Farida dan sepatu lari Herry Heryawan, kita melihat semangat yang sama: menjaga wajah kota dengan cinta dan tanggung jawab. (uje)