Laut yang Menyimpan Jerat: Kisah Penjaga Tapal Negeri

PEKANBARU – Perairan Dumai dan Bengkalis seperti arusnya, tenang di luar bergemuruh di dalam. Di sana tersimpan arus gelap perdagangan orang, yang bergerak senyap. 

Namun, dalam pekan pertama Juli 2025, suara sirene penegakan hukum bergema. Polda Riau, dalam sebuah operasi intensif, berhasil menggagalkan pengiriman 58 calon pekerja migran ilegal ke Malaysia dan menahan 11 pelaku tindak pidana perdagangan orang (TPPO). 

Atas kerja ini, penghargaan datang bukan dari sembarang institusi, melainkan dari Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI).

Penghargaan tersebut diserahkan langsung oleh Menteri P2MI, Abdul Kadir Karding, kepada Kapolda Riau Irjen Pol. Herry Heryawan, Direktur Reskrimum Kombes Asep Darmawan, dan Kasat Reskrim Polres Dumai AKP Kris Tofel dalam seremoni yang berlangsung di Mapolda Riau, Kamis (17/7/2025). 

Momentum ini menjadi representasi komitmen negara dalam melawan salah satu kejahatan paling brutal dan tersembunyi di wilayah perbatasan: perdagangan manusia.

“Saya menyampaikan apresiasi yang tinggi atas kerja keras Polda Riau, terutama dalam penyelamatan puluhan calon pekerja migran yang hendak diberangkatkan secara non-prosedural dari Dumai dan Bengkalis,” ujar Abdul Kadir Karding dalam sambutannya.

Rumah Kedua Polisi

Dalam acara tersebut, Karding dengan nada berseloroh menyebut Kementerian P2MI sebagai “rumah kedua polisi.” Pernyataan ini bukan tanpa dasar. Sekjen kementeriannya, Irjen Pol. Dwiyono, hadir dalam acara tersebut bersama sejumlah petinggi lain berlatar belakang kepolisian.

“Ada satu Komjen, satu Irjen, empat Brigjen, enam Kombes, dan 24 polisi lainnya yang kini berdinas di P2MI. Ini menunjukkan sinergi yang konkret antara aparat penegak hukum dan lembaga pelindung migran,” katanya, disambut tepuk tangan audiens.

Namun di balik statistik itu, tantangan di lapangan jauh lebih kompleks. Riau, dengan garis pantainya yang panjang dan kedekatannya secara geografis dengan Malaysia, menjadi salah satu pintu gerbang rawan penyelundupan pekerja migran ilegal. Tak sedikit dari mereka yang berangkat karena terdesak ekonomi, tergiur janji palsu, atau tak tahu cara legal bekerja di luar negeri.

“Kami Akan Kejar Sampai Akar”

Kapolda Riau, Irjen Pol. Herry Heryawan, menegaskan bahwa pihaknya tidak akan berhenti pada penghargaan. Menurutnya, penghargaan hanya bisa bermakna jika dijadikan energi baru untuk bekerja lebih keras dan lebih dalam menuntaskan persoalan.

“Penegakan hukum ini harus memberi rasa adil dan rasa aman bagi masyarakat, khususnya para calon pekerja migran. Kami akan terus melakukan pencegahan dan penindakan, sampai ke akar-akarnya,” ujar dia.

Sejak 2024, Polda Riau tercatat telah menyelamatkan lebih dari 100 korban perdagangan orang dari berbagai jalur pengiriman ilegal. 

Beberapa sindikat bahkan diketahui berjejaring lintas provinsi dan negara, menjadikan pengungkapan ini bukan sekadar penangkapan lokal, tapi bagian dari perang regional terhadap jaringan kriminal internasional.

Deklarasi Bersama: Tak Ada Toleransi untuk TPPO

Dalam acara yang sama, jajaran Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Riau turut menandatangani deklarasi bersama pemberantasan TPPO. Pj Sekda Riau, M Job Kurniawan, yang hadir mewakili Gubernur, menegaskan bahwa kegiatan ini bukan basa-basi belaka.

“Riau adalah provinsi strategis yang langsung berbatasan dengan negara tetangga. Ini memberi peluang ekonomi, tapi juga risiko tinggi untuk kejahatan lintas batas seperti penyelundupan manusia,” ujar Job.

Ia menegaskan, Forkopimda tak akan diam terhadap fenomena ini. Penanganan TPPO tak cukup hanya dengan penegakan hukum, tetapi juga harus melibatkan edukasi masyarakat, perbaikan sistem migrasi, dan perlindungan menyeluruh terhadap calon pekerja migran.

Potret Buram Migrasi Ilegal

Migrasi adalah hak, tapi migrasi ilegal seringkali menjadi perangkap. Laporan dari lembaga-lembaga HAM menyebut banyak korban perdagangan orang mengalami kekerasan fisik, kerja paksa, bahkan perbudakan modern di negara tujuan. Mereka yang selamat tak jarang kembali tanpa uang sepeser pun, hanya membawa trauma.

Polda Riau dengan operasinya telah menyelamatkan puluhan dari nasib serupa. Namun kerja belum selesai. Seiring makin canggihnya modus sindikat TPPO, aparat penegak hukum perlu memperkuat jejaring intelijen, meningkatkan kerja sama internasional, dan menyasar aktor-aktor besar di balik layar.

Arah Kebijakan Nasional

Menteri Abdul Kadir Karding menyatakan, Kementerian P2MI sedang menyusun pendekatan terpadu antara penindakan hukum dan perlindungan migran, termasuk pembentukan tim gabungan di kawasan rawan seperti Riau dan NTT.

“Kami ingin memastikan bahwa setiap warga negara yang hendak bekerja ke luar negeri harus melalui jalur yang sah, terlindungi secara hukum, dan manusiawinya tetap dijaga,” kata Karding.

Perang Belum Usai

Di Riau, perbatasan tak lagi setakat garis di peta. Ia adalah medan perang antara kejahatan dan kemanusiaan. Dan Polda Riau, dengan segala keterbatasannya, memilih untuk berdiri di sisi terang sejarah: menyelamatkan mereka yang hendak dijual, sebelum harapan mereka ikut lenyap di tengah laut. (mon)