PEKANBARU – Suasana malam Sabtu nanti, 19 Juli 2025, di Gedung Anjung Seni Idrus Tintin, Bandar Serai, tidak akan seperti biasanya. Denting musik bakal berpadu lirih dengan suara-suara penyair. Di atas panggung, puisi dibacakan, dan dihidupkan. Itulah wajah KalaMusika 2025, konser puisi yang mempertemukan dua wilayah serumpun—Riau dan Kepulauan Riau— dalam satu irama seni dan kepedulian lingkungan.
Bertajuk “Surat-surat kepada Bunda Alam”, konser puisi ini menjadi bagian dari peringatan Hari Ulang Tahun ke-68 Provinsi Riau dan menyambut HUT ke-80 Republik Indonesia. Tapi lebih dari sekadar perayaan, KalaMusika 2025 menjadi panggung ekspresi kolektif tentang alam, identitas, dan kesadaran ekologis.
“KalaMusika adalah jembatan rasa dan budaya antara Riau dan Kepulauan Riau. Dua provinsi yang pernah satu, dan kini tetap berbagi satu ingatan kultural,” ujar Husnizar Hood, seniman sekaligus produser konser ini. Ia menambahkan, tema tahun ini menjadi ajakan untuk merenung bersama tentang tanggung jawab terhadap alam, yang tidak hanya dibebankan pada aktivis, melainkan juga pada penyair, pejabat, hingga penegak hukum.
Husnizar sendiri tampil membacakan puisi berjudul Surat-surat kepada Bunda Alam, karya yang kemudian diadopsi sebagai tajuk utama acara ini. “Puisi adalah bahasa nurani, dan konser puisi seperti ini menjadi medium baru untuk mengetuk kesadaran yang lebih luas,” katanya.
Menariknya, panggung KalaMusika 2025 tidak hanya diisi oleh penyair profesional, tetapi juga para tokoh penting pemerintahan. Gubernur Riau Abdul Wahid akan tampil membacakan puisi Pohon, sementara Kapolda Riau Irjen Pol Herry Heryawanmemilih puisi berjudul Aku Berdiri untuk yang Tak Berkata, sebuah refleksi tajam tentang keberpihakan pada makhluk hidup yang tak bersuara. Walikota Pekanbaru Agung Nugroho tak ketinggalan bakal menyumbang suara lewat puisi Cayo Den, yang membawa aroma lokal dalam diksi yang akrab dan menggugah.
Deretan penyair dari Riau dan Kepulauan Riau turut mengisi malam dengan puisi-puisi kuat yang sarat makna nanti: Ramon Damora dengan Risalah dari Akar yang Tersisa, Jefry Al Malay melalui Tikar Mak Anyam Malam, Kunni Masrohanti dengan Seru Sebatang Pohon, serta Marhalim Zaini yang membacakan Hikayat Para Penunggu Hutan.
Tak kalah menyentuh, Queen Qamila Dayana Batrisya, penyair cilik yang tampaknya akan menjadi kejutan, membacakan puisi Percakapan Seekor Anak Gajah Kepada Seorang Jenderal. Sebuah karya yang menyentuh dan menusuk dari mulut polos seorang anak.
KalaMusika bukan sekadar pertunjukan puisi yang dibacakan secara konvensional. Di balik tiap bait yang dilantunkan, ada latar musik yang dikomposisi secara khusus untuk menegaskan emosi dan tema puisi. Ini diharapkan membuat suasana konser menjadi imersif, mendekatkan penonton pada isi dan nuansa tiap kata yang keluar dari mulut para penyair.
KalaMusika 2025 memang dipersiapkan menjelma menjadi gerakan kultural yang memadukan seni dengan pesan sosial dan ekologis. Di tengah krisis iklim dan degradasi alam yang makin mengkhawatirkan, pertunjukan ini membawa harapan: bahwa seni, jika dikerahkan bersama, dapat menjadi instrumen perubahan.
“Terbuka untuk umum,” ajak Husnizar lagi, “Datanglah. Jangan tak datang…” (ram)